Translate

Sabtu, 13 April 2013

Makalah Tokoh Sufi "Abu Yazid Al-Bustami"





Bab I
Pendahuluan

1.       Latar Belakang
Tasawuf  merupakan suatu  disiplin ilmu yang berorientasi pada moralitas berasas keislaman. Tasawuf  bertujuan untuk lebih mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya.
Pembahasan  mengenai Tasawuf  dan konsep ilmunya  tidak akan lepas  dari  
tokoh-tokoh  yang  ada  didalamnya dan mempengaruhi perkembangannya. Tokoh-tokoh sufi tersebut biasanya identik dengan kehidupan yang sederhana dan hanya di tujukan untuk Allah. Kehidupan sufi sendiri sudah ada sejak zaman para sahabat nabi yang mencontoh kehidupan beliau seperti Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, para tokoh sufi tersebut memiliki pandangan dan pemahaman  yang  berbeda-beda, seperti Al-A’raby, Rabi’ah Al-Adawiyah, Al-Ghazali dan lain sebagainya.
Dalam makalah ini saya sebagai penulis akan memaparkan kisah hidup dan pemikiran salah satu tokoh  sufi fenomenal “Abu Yazid Al-Bustami” yang sering disebut  sebagai  sufi  mistik atau  raja  para  mistikus. Beliau di kenal demikian  karena apa yang  melekat  pada dirinya tidak mampu  difikirkan  atau dinalar oleh manusia pada umumnya.

2.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kisah AbuYazid Al-Bustami ?
2.      Bagaimana pemikiran Abu Yazid Al-Bustami ?
3.      Bagaimana corak pemikiran Abu Yazid Al-Bustami ?
4.      Apa saja karya-karya Abu Yazid Al-Bustami ?




Bab II
Pembahasan

2.1   Biografi Singkat Abu Yazid Al-Bustami
Abu Yazid Al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Beliau dilahirkan sekitar tahun 200 H/814 M di Bustam, salah satu desa di daerah Qumais, bagian Timur Laut Persia.[1]
Dahulu Abu Yazid Al-Bustami bernama Thayfur bin Isa Al-Bisthamy. Kakeknya seorang  majusi namun telah masuk islam.  Ia merupakan salah satu dari tiga bersaudara: Adam, Thayfur dan Ali. Mereka semua ahli zuhud dan ibadat. Sedangkan yang agung budinya adalah Abu Yazid.[2]
Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di daerahnya tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan kehalalannya.[3]
Ketika masih kecil, Abu Yazid Al-Bustami sudah gemar belajar berbagai ilmu pengetahuan. Sebelum mempelajari ilmu tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami mempelajari ilmu tasawuf, dia belajar agama islam terutama dalam bidang fiqh menurut mazhab Hanafi. Kemudian dia memperoleh pelajaran tentang ilmu tauhid dan ilmu hakikat dari Abu Ali Sindi.[4]
Abu Yazid Al-Bustami adalah seorang tokoh sufi yang membawa paham yang berbeda dengan  ajaran tasawuf yang dibawa oleh para tokoh-tokoh sufi sebelumnya. Ajaran tasawuf yang dibawanya banyak ditentang oleh ulama fiqih dan tauhid, yang menyebabkan dia keluar masuk penjara. Abu Yazid Al-Bustami meninggal di Bustam pada tahun 261 H/875 M.

2.2  Pemikiran Tasawuf  Abu Yazid Al-Bustami
Dalam perkembangan tasawuf, yang dipandang sebagai tokoh sufi pertama yang memunculkan persoalan fana dan baqa adalah Abu Yazid Al-Bustami.[5]
Sebagai pahamnya yang dapat dianggap sebagai timbulnya fana dan baqa adalah :
أَعْرِفُهُ بِىْ فَفَنِيْتُ ثُمَّ عَرَفْتُهُ بِهِ فَحَيَيْتُ
Artinya:
“Aku tahu pada tuhan melalui diriku hingga aku fana’ (hancur), kemudian aku tahu pada-nya melalui dirinya maka aku pun hidup.” [6]
جَنَّنِى بِى فَمُتُّ ثُمَّ جَنَّنِىْ بِهِ فَعِشْتُ فَقُلْتُ اَلْجُنُوْنُ بِىْ فَنَاءٌ وَالْجُنُوْنُ بِكَ بَقَاءٌ
Artinya :
“ Ia membuat aku gila pada diriku sehingga aku mati ; kemudian ia membuat aku gila padanya, dan akupun hidup…..aku berkata : Gila pada diriku adalah kehancuran dan gila padamu adalah kelanjutan hidup.”[7]
a.      Fana’
Dari segi bahasa al-fana’ berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana’ berbeda dengan al-fasad (rusak), fana’ artinya tidak nampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.[8]
Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah penghancuran diri (fana’ al-nafs) yaitu perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Pendapat lain mengatakan hilangnya sifat-sifat yang tercela dan yang nampak hanya sifat-sifat terpuji, hilangnya keinginan yang bersifat duniawi dan bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.[9]
Menurut Abu Yazid al-Bustami, fana’ berarti hilangnya kesadaran akan eksistensi diri pribadi sehingga tidak lagi merasakan kehadiran tubuh jasmaniahnya sebagai manusia, kesadaran menyatu dalam iradah Tuhan tetapi bukan dalam wujud Tuhan.[10]
Dalam proses al-fana’, ada empat situasi yang dialami oleh seseorang yaitu al-sakar, al-satahat, al-zawal al-Hijab dan Ghalab al-Syuhud. Sakar adalah situasi yang terpusat pada satu titik sehingga ia melihat dengan perasaannya. Syatahat secara bahasa berarti gerakan sedangkan dalam istilah tasawuf dipahami sebagai ucapan yang terlontar di luar kesadaran, kata-kata yang terlontar dalam keadaan sakar. Al-Zawal al-Hijab diartikan dengan bebas dimensi sehingga ia keluar dari alam materi dan telah berada di alam ilahiyat dan ghalab al-Syuhud merupakan tingkat kesempurnaan musyahadah.[11]
b.      Baqa’
Baqa’ merupakan akibat dari fana’ yang secara harfiah berarti kekal, sedangkan menurut para sufi, baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia karena lenyapnya sifat-sifat manusia.[12]
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari fana’ dan baqa’ adalah mencapai penyatuan secara rohaniah dan batiniah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya ada Tuhan dalam dirinya.[13]
c.       Ittihad
Selain pemikirannya mengenai fana’ dan baqa’, Abu Yazid Al-Bustami juga dikenal sebagai penyebar dan pembawa ajaran ittihad dalam tasawuf.[14]
Ittihad artinya bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi yang telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.[15]
Dengan fana`-Nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat tuhan. Keberadaanya dekat pada tuhan dapat dilihat dari Syathahat yang diucapkan beliau :
لَسْتُ أَتَعَجَّبَ مِنْ حُبِّيْ لَكَ فَأَنَا عَبْدٌ فَقِيْرٌ
وَلَكِنِّيْ أَتَعَجَّبُ مِنْ حُبِّكَ لِيْ وَأَنْتَ مَلِكٌ قَدِيْرٌ
Artinya:
“Aku tidak heran terhadap cintaku pada-mu karena aku hanyalah hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku. Karena engkau adalah Raja Mahakuasa”

2.3  Corak Pemikiran Abu Yazid Al-Bustami
Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis atau filosof dan sufis. Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf filsafati yakni tasawuf yang kaya akan pemikiran-pemikiran filsafat.[16]
Salah satu dari tokoh sufi yang memiliki corak pemikiran filsafati atau teosofi yaitu Abu Yazid Al-Bustami. Selain beliau, tokoh sufi lain yang juga dikenal sebagai perintis yaitu Ibn Musarrah dari Andalusia.[17]

2.4  Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami
Abu Yazid tidak meninggalkan karya tulis, tetapi ia mewariskan sejumlah ucapan dan ungkapan mengenai pemahaman tasawwufnya yang disampaikan oleh murid-muridnya dan tercatat dalam beberapa kitab tasawwuf klasik, seperti ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Tabaqat as-Sufiyyah, Kasyf al-Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al-Luma. Di antara ungkapannya disebut oleh kalangan sufi dengan istilah satahat, yaitu ungkapan sufi ketika berada di pintu gerbang ittihad (kesatuan dengan Allah SWT). Ucapan dan ungkapannya yang digolongkan satahat adalah seperti berikut.

“Maha suci aku, alangkah agung kebesaranku.”
“Tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku.”
“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku.”[18]
Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu, Abu Yazid bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu menjawab, “Abu Yazid”, Abu Yazid berkata. ”Pergilah, di rumah ini tidak ada, kecuali Allah yang maha kuasa dan Mahatinggi.[19]
Secara harfiah, ungkapan-ungkapan Abu Yazid atau yang juga dikenal Bayazid itu adalah pengakuan dirinya sebagai Tuhan dan atau sama dengan Tuhan. Akan tetapi sebenarnya bukan demikian maksudnya. Dengan ucapannya Aku adalah Engkau bukan ia maksudkan akunya Bayazid pribadi. Dialog yang terjadi sebenarnya adalah monolog. Kata-kata itu adalah firman Tuhan yang disalurkan melalui lidah Bayazid yang sedang dalam keadaan fana’an nafs.[20]


Bab III
Kesimpulan

1.      Abu Yazid Al-Bustami dilahirkan dari keluarga yang  taat  beragama, tetapi diantara saudara-saudaranya yang lain Abu Yazid Al-Bustamilah yang paling agung budinya.
2.      Pada masa hidupnya Abu Yazid Al-Bustami dikenal sebagai tokoh sufi kontroversial dan sering masuk penjara karena pemikirannya yang tidak bisa dinalar atau disalah artikan oleh manusia pada umumnya.
3.      Abu Yazid Al-Bustami merupakan tokoh sufi pertama yang memunculkan pemikiran Fana’ dan baqa’.
4.      Corak pemikiran Abu Yazid Al-Bustami yaitu filsafati karena konsep-konsep tasawufnya kaya akan pemikiran-pemikiran filsafat.
5.      Karya-karya Abu Yazid Al Bustami tidak berupa suatu karya tulis atau buku melainkan kata-kata yang disebut satahat.


Daftar Pustaka

An-Naisabury, Abdul Qasim Al-Qusyairy.1999. Risalatul Qusyairiyah,Induk Ilmu Tasawuf. Surabaya : Risalah Gusti
Fikri,Darul.2011. Konsep Abu Yazid Al-Bustami. (Online). http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-bustami.html (Diakses tanggal 25 Oktober 2012)
Isa,Ahmadi.2000. Tokoh-tokoh Sufi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Mengupas ‘Ittihad’ Abu Yazid Al-Bustami. (Online).
Mustafa,Ahmad.1997. Akhlak –Tasawuf . Bandung : CV.Pustaka Setia
Siregar,H.A.Rivay.1999. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufismr. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Syekhu.2009. Abu Yazid Al-Bustami dengan Konsep Tasawufnya (Online). http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/abu-yazid-al-bustami-dengan-konsep-tasawufnya/.( Diakses tanggal 19 Oktober 2012)


[1].Ahmadi Isa, Tokoh-tokoh Sufi,(Jakarta :PT.Raja Grafindo Persada,2000),Hal.139
[2] Abdul Qasim Al-Qusyairy an Naisabury, Risalatul Qusyairiy, (Surabaya : Risalah Gusti,1999),Hal.493
[3] Syekhu,Abu Yazid Al-Bustami dengan Konsep Tasawufnya (Online), (http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/abu-yazid-al-bustami-dengan-konsep-tasawufnya/. Diakses tanggal 19 Oktober 2012)
[4].Ahmadi Isa, Op.Cit.
[5] Ahmad Mustafa, Akhlak –Tasawuf ,( Bandung : CV.Pustaka Setia,1997), Hal.261
[6] Ibid, Hal 261
[7] Ibid, Hal 261-262
[8] Darul Fikri,Konsep Abu Yazid Al-Bustami. (Online). http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-bustami.html (Diakses tanggal 25 Oktober 2012)
[9] Ibid
[10] Darul Fikri,Konsep Abu Yazid Al-Bustami. (Online). http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-bustami.html (Diakses tanggal 25 Oktober 2012)
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ahmad Mustafa, Akhlak –Tasawuf ,( Bandung : CV.Pustaka Setia,1997), Hal.270
[15] Ibid, Hal.269
[16]Rivay.Siregar.Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufismr. (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,1999). Hal.143
[17]Ibid
[18] Mengupas ‘Ittihad’ Abu Yazid Al-Bustami, (Online), http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-ittihad-abu-yazid-al-bustami.html Diakses tanggal 25 Oktober 2012)
[19] Ibid
[20].Rivay.Siregar.Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufismr. (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,1999). Hal.154

0 komentar:

Posting Komentar