Translate

Senin, 24 Juni 2013

Guru MI Profesional dan Tantangannya



Oleh : Wahidah Puspa Dina


A.      Hakikat Pendidikan
Dalam lingkup sejarah, pendidikan telah dilakukan oleh manusia pertama di muka bumi ini, yaitu sejak Nabi Adam. Bahkan dalam al-Quran dinyatakan bahwa proses pendidikan terjadi pada saat Adam berdialog dengan Tuhan. Pendidikan ini muncul karena adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Tuhan sebagai pendidik langsung Adam untuk mengajarkan beberapa nama. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 31.

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
 Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!"
Jelas sekali bahwa manusia hidup di dunia ini membutuhkan pendidikan. Karena tanpa pendidikan hidup manusia akan tidak teratur bahkan bisa merusak sistem kehidupan di dunia. Hal ini terbukti dengan pendidikan Nabi Adam yang diterima langsung dari Tuhan.
Dalam Bahasa Indonesia kata pendidikan berangkat dari kata dasar didik yang mempunyai arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Karena kata tersebut mendapat imbuhan pe-an, maka pendidikan bermakna sebuah proses.
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan. Di antara kedelapan aspek tersebut satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Karena  aspek tersebut saling berkaitan sehingga membentuk satu sistem. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan adalah aspek pendidik atau guru.
Begitu besar peran pendidik dalam sebuah keberhasilan pendidikan, oleh karena itu seorang pendidik dituntut harus bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidik sebagai tonggak utama penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan, haruslah menyadari profesinya.  Sebagaimana dikeseharian, tugas formal seorang guru tidak sebatas berdiri di hadapan peserta didik selama berjam-jam hanya untuk mentransfer pengetahuan pada peserta didik. Lebih dari itu, guru juga menyandang predikat sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru oleh peserta didik dalam segala aspek kehidupan, hal inilah yang menuntut agar guru bersikap sabar, jujur, dan penuh pengabdian. Sebab dalam konteks pendidikan, sosok pendidik mengandung makna model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan bahkan konsultan bagi peserta didiknya.
Semua orang yakin bahwa pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan peserta didik. Guru sangat berperan dan mempunyai peran yang cukup besar terhadap kematangan intelektual, spiritual, dan emosional peserta didik. Dalam dunia pendidikan, komponen Guru sangatlah penting, yakni orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik, dan bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi nusa dan bangsa.
Peran guru sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan pendidikan tentu harus didukung dengan beberapa separangkat keahlian. Dalam istilah lainnya, guru juga mempunyai batasan-batasan tertentu sehingga ia dikatakan sebagai pendidik atau guru yang profesional. Hal ini perlu ditekankan, mengingat banyak orang yang berprofesi sebagai guru tapi tidak bertindak dan berakhlak layaknya seorang guru profesional. Penulis tidak hendak mengecilkan image sosok guru pada saat ini, tapi fakta banyak diberitakan di media massa ada sebagian guru yang tidak punya susila serta tidak pantas disebut sebagai guru. 
Meski Pemerintah telah membuat batasan-batasan guru profesional yang tertuang dalam Undang-undang Guru dan Dosen, tentu permasalahan pendidikan dalam ruang lingkup guru tidak bisa selesai begitu saja. Hal ini dikarenakan sedikitnya rujukan profil guru yang profesional. Selain itu juga banyak permasalahan lain yang harus diselesaikan.
Pembahasan tentang profesional guru banyak sekali ditemukan di toko buku, perpustakaan, dan taman baca. Namun dari banyaknya tempat itu, tidak banyak  menyediakan buku atau rujukan menjadi guru profesional yang berasal dari Ulama Islam. Padahal, kalau kita melihat karya-karya ulama muslim yang berbicara pendidikan tidaklah sedikit.[1]

B.       Makna Profesional Guru
Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”a teacher is person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990).
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

C.      Kriteria  Guru Profesional
Guru merupakan sebuah profesi yang amat mulia. Namun semua ini tidak bisa berjalan dengan begitu saja. Disatu sisi banyak sekali peluang yang dapat mereka raih. Namun seiring dengan adanya peluang maka pasti disitu ada pula hambatan dan tantangannya. Guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih amat memprihatinkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah lagi dengan adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global ini. kita semua mengetahui bahwa begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam upaya untuk melaksanakan tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu dalam menghadapi masyarakat abad 21. [2]
Sejak disahkankannya Undang-undang No.14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005, pamor profesi guru mulai naik. Profesi ini mulai diminati lagi oleh banyak orang. Apalagi dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan di tahun 2007. Telah banyak guru yang mengikuti sertifikasi agar dapat memperoleh sertifikat guru guna dijuluki guru profesional.[3]
Fungsi dan peran guru dalam era modernis saat ini sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Guru sebagai salah satu agen pembelajaran di tuntut untuk mampu memberikan pelayanan maksimal untuk para siswa, apalagi dengan adanya program sertifikasi yang saat ini sering diperbincangkan guru diwajibkan untuk terus mengali dan mengoptimalkan kompetensi yang dimilikinya agar para siswa dapat meraih prestasi yang maksimal. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tepatnya pada bagian kelima Pasal 32 ayat 2, menyatakan bahwa dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru, para guru profesional dituntut untuk menguasai empat kompetensi, meliput: (1) Kompetensi Kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia; (2) Kompetensi Pedagogik, merupakan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; (3) Kompetensi Profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya; (4) Kompetensi Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Untuk itu para guru yang sudah tersertifikasi (profesional) wajib meningkatkan kinerja dan potensi yang dimiliki untuk memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik.[4]
Profil guru profesional dijelaskan sebagai berikut :
1. Membuat perencanaan konkrit.
Guru sebelum memulai proses pembelajaran hendaklah mampersiapkan materi dan soal latihan dengan kunci jawabannya. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, dan setiap akhir pertemuan selalu mengadakan evaluasi dan kesimpulan terhadap proses belajar.
2. Apresiasi baik.
Guru harus mempunyai apresiasi yang baik kepada setiap siswanya dan juga terhadap dirinya.
3.Suasana kelas hidup dan komunikatif.
Guru hendaknya tidak hanya mengulas materi saja, tetapi siswa hendaknya dalam pembalajaran. Guru juga harus mambuat suasana kelas menjadi santai, tetapi serius.

4. Menguasai materi.
Guru hendaknya sudah mempersiapkan materi yang akan diajarkan dengan baik. Sehingga nantinya dalam menjelaskan kepada siswa tidak terlihat kaku, seperti orana menghafal.
5. Penjelasan mudah dipahami.
Setiap siswa manginginkan penjelasan materi dari guru yang mudah dipahami dan dimengerti. Oleh karena itu, guru sebelumnya harus benar benar mampalajari dan memahami materi yang disampaikan kepada siswa.
6. Pemilihan media yang tepat.
Dalam setiap proses pembelajaran media sangat diperlukan demi kelancaran dan juga sebagai proses kreatif bagi guru. Media juga berfungsi sebagai sarana untuk mandukung penyampaian materi yang diajarkan kepada siswa. Oleh karena itu guru harus benar benar jelai dan tepat dalam memilih media.
7. Penyajian sistem matis.
Guru dalam menyajikan materi kepada siswa hendaknya tidak terlalu panjang lebar, tetapi makna atau kesimpulan yang ada tidak bisa tertangkap oleh siswa. Maka guru dalam menyajikan materi harus membuat kerangka yang sistematis.
8. Kreatif.
Guru hendaknya harus bisa berfikir kreatif dalam bertindak baik diluar maupun didalam kelas. Bagaimana caranya mengatasi kelas agar terlihat kondusif dan nyaman untuk belajar.
9. Disiplin.
Guru hendaknya menanamkan rasa disiplin kepada siswa, baik disiplin waktu dan disiplin dalam berbagai hal. Dan juga harus menanamkan disiplin kepada dirinya sendiri.
10. Menghargai siswa.
Siswa mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat, jadi guru harus bisa menghargai setiap siswanya. Guru juga harus menghargai jawaban siswa apabila pertanyaan atau jawaban tersebut salah, sehingga siswa akan merasa dihargai dan tidak akan malu dan sungkan dalam menjawab pertanyaan atau tugas dari guru.[5]
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).[6]

D.      Standar Guru MI Profesional
Dalam Permendiknas 16/2007, Pasal 1 ayat 1 disebutkan "Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional."
Kualifikasi akademik guru dan standar kompetesnsi guru, sebagiamana ketentuan pada bagian lampiran Permendiknas 15/2007 adalah sebagai berikut.
1. Kualifikasi Akdemik
Kualifikasi akademik guru diperoleh melalui pendidikan formal atau melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan.
a. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal
Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia Dini/ Taman Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK).
Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

b. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan
Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.

2. Standar Kompetensi Guru SD/MI
Standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.[7]

E.       Tantangan Guru
Ada berbagai problem yang dihadapi seorang guru. Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat Profesi Guru.[8]
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Problem kedua guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis.
Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.[9]
Selain problem, guru juga mempunyai tantangan dalam profesionalnya sebagai guru, antara lain :
1.    Tantangan Internal
a. Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang dalam dan menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat, menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan orang tua, sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya indikasi tidak saling menghormati antara sesama teman, yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat mengancam kesatuan dan persatuan sebagai bangsa.
Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik dan tantangan nyata bagi guru adalah bagaimana seorang guru memilikikepribadian yang kuat dan matang untuk dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta didik terhadap pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah berhasil ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia yang berarati pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi etika dan nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat mewujudkan demokrasi dalam arti sebenarnya.
b. Pengembangan nilai-nilai demokrasi
Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dan juga kewajiban yang sama bagi masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam pengertian ini, guru sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta didik menjadi manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi manusia yang selalu mengekor seperti ‘bebek’ yang hanya menerima petunjuk dari atasan dalam mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian dalam sistem pendidikan nasional.
Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang melakukan berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan lebih besar kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan proses pendidikan yang bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat dan manajemen berbasis sekolah merupakan perwujudan nyata dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih memberdayakan sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai prestasi sesuai kemampuannya. Guru memiliki peran strategis dalam rangka mewujudkan prestasi bagi peserta didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam wacana desentralisasi pendidikan adalah bagaimana melakukan inovasi pembelajaran sehingga dapat membimbing dan menuntun peserta didik mencapai prestasi yang diharapkan.


c. Fenomena rendahnya mutu pendidikan
Berbagai hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada berbagai negara menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan bahkan secara nilai rata-rata di bawah peringkat negara Asean lainnya. Walaupun demikian, secara individual ada beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan prestasinya di lomba-lomba bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang bermutu dan kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah mutu guru. Proses pendidikan dalma masyarakat abad 21 adalah suatu interaksi antara guru dengna peserta didik sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka. 
Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang profesional dari para pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan kata lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh karena tuntutan dan sifat pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam masyarakat abad 21, hanya akan menerima seoran gyang profesional dalam bidang pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 aldaha bagaimana menjadi seorang guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang berlaku dan disepakati bersama.
2.    Tantangan Eksternal
Kecenderungan kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan global, yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan situasi kehidupan demikian, akan melahirkan tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya, termasuk para guru yang profesional.
Kehidupan global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampuang dengan ciri perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan, memerlukan manusia yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam melakukan persaingan, diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki guru yang profesional dalam bidangnya.
Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia.[10]





1 komentar:

Unknown mengatakan...

like it....

Posting Komentar