Oleh : Wahidah Puspa Dina
A. Hakikat Pendidikan
Dalam
lingkup sejarah, pendidikan telah dilakukan oleh manusia pertama di muka bumi
ini, yaitu sejak Nabi Adam. Bahkan dalam al-Quran dinyatakan bahwa proses
pendidikan terjadi pada saat Adam berdialog dengan Tuhan. Pendidikan ini muncul
karena adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Tuhan sebagai pendidik
langsung Adam untuk mengajarkan beberapa nama. Hal ini dijelaskan dalam
al-Quran Surat al-Baqarah ayat 31.
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang
benar orang-orang yang benar!"
Jelas sekali
bahwa manusia hidup di dunia ini membutuhkan pendidikan. Karena tanpa
pendidikan hidup manusia akan tidak teratur bahkan bisa merusak sistem
kehidupan di dunia. Hal ini terbukti dengan pendidikan Nabi Adam yang diterima
langsung dari Tuhan.
Dalam Bahasa
Indonesia kata pendidikan berangkat dari kata dasar didik yang mempunyai arti
memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Karena kata tersebut mendapat imbuhan pe-an, maka
pendidikan bermakna sebuah proses.
Pendidikan
merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum,
bahan ajar, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan. Di
antara kedelapan aspek tersebut satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan.
Karena aspek tersebut saling berkaitan sehingga membentuk satu
sistem. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan
adalah aspek pendidik atau guru.
Begitu besar
peran pendidik dalam sebuah keberhasilan pendidikan, oleh karena itu seorang pendidik
dituntut harus bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidik sebagai
tonggak utama penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan, haruslah
menyadari profesinya. Sebagaimana dikeseharian, tugas formal seorang
guru tidak sebatas berdiri di hadapan peserta didik selama berjam-jam hanya
untuk mentransfer pengetahuan pada peserta didik. Lebih dari itu, guru juga
menyandang predikat sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru oleh peserta
didik dalam segala aspek kehidupan, hal inilah yang menuntut agar guru bersikap
sabar, jujur, dan penuh pengabdian. Sebab dalam konteks pendidikan, sosok
pendidik mengandung makna model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat
anutan dan teladan bahkan konsultan bagi peserta didiknya.
Semua orang yakin bahwa pendidik memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan peserta didik. Guru sangat berperan dan
mempunyai peran yang cukup besar terhadap kematangan intelektual, spiritual,
dan emosional peserta didik. Dalam dunia pendidikan, komponen Guru
sangatlah penting, yakni orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan
anak didik, dan bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap,
berguna bagi nusa dan bangsa.
Peran guru sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan
pendidikan tentu harus didukung dengan beberapa separangkat keahlian. Dalam
istilah lainnya, guru juga mempunyai batasan-batasan tertentu sehingga ia
dikatakan sebagai pendidik atau guru yang profesional. Hal ini perlu
ditekankan, mengingat banyak orang yang berprofesi sebagai guru tapi tidak
bertindak dan berakhlak layaknya seorang guru profesional. Penulis tidak hendak
mengecilkan image sosok guru pada saat ini, tapi fakta banyak diberitakan di
media massa ada sebagian guru yang tidak punya susila serta tidak pantas
disebut sebagai guru.
Meski Pemerintah telah membuat batasan-batasan guru
profesional yang tertuang dalam Undang-undang Guru dan Dosen, tentu
permasalahan pendidikan dalam ruang lingkup guru tidak bisa selesai begitu
saja. Hal ini dikarenakan sedikitnya rujukan profil guru yang profesional.
Selain itu juga banyak permasalahan lain yang harus diselesaikan.
Pembahasan
tentang profesional guru banyak sekali ditemukan di toko buku, perpustakaan,
dan taman baca. Namun dari banyaknya tempat itu, tidak
banyak menyediakan buku atau rujukan menjadi guru profesional yang berasal
dari Ulama Islam. Padahal, kalau kita melihat karya-karya ulama muslim yang
berbicara pendidikan tidaklah sedikit.[1]
B. Makna Profesional Guru
Istilah profesional pada umumnya adalah
orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan
secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa
yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang
oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari
lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada
keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina
Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus,
kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”a teacher is
person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave
in new different ways” (Cooper, 1990).
Profesionalisme guru adalah kemampuan
guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi
kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada
prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan
tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta
bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan
kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh
meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan
melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
C. Kriteria Guru Profesional
Guru merupakan sebuah profesi yang amat mulia. Namun semua ini tidak
bisa berjalan dengan begitu saja. Disatu sisi banyak sekali peluang yang dapat
mereka raih. Namun seiring dengan adanya peluang maka pasti disitu ada pula
hambatan dan tantangannya. Guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi
berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya
secara profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih amat
memprihatinkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru.
Persoalan ini masih ditambah lagi dengan adanya berbagai tantangan ke depan
yang masih kompleks di era global ini. kita semua mengetahui bahwa begitu
banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam upaya untuk melaksanakan
tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu dalam menghadapi masyarakat
abad 21. [2]
Sejak
disahkankannya Undang-undang No.14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005, pamor
profesi guru mulai naik. Profesi ini mulai diminati lagi oleh banyak orang.
Apalagi dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan di tahun 2007. Telah
banyak guru yang mengikuti sertifikasi agar dapat memperoleh sertifikat guru
guna dijuluki guru profesional.[3]
Fungsi
dan peran guru dalam era modernis saat ini sangat penting dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Guru sebagai salah satu agen pembelajaran di tuntut untuk mampu
memberikan pelayanan maksimal untuk para siswa, apalagi dengan adanya program
sertifikasi yang saat ini sering diperbincangkan guru diwajibkan untuk terus
mengali dan mengoptimalkan kompetensi yang dimilikinya agar para siswa dapat
meraih prestasi yang maksimal. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tepatnya pada bagian kelima Pasal 32
ayat 2, menyatakan bahwa dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru, para
guru profesional dituntut untuk menguasai empat kompetensi, meliput: (1)
Kompetensi Kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia; (2) Kompetensi Pedagogik, merupakan
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya; (3) Kompetensi Profesional merupakan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi
keilmuannya; (4) Kompetensi Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Untuk itu para guru yang sudah
tersertifikasi (profesional) wajib meningkatkan kinerja dan potensi yang
dimiliki untuk memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik.[4]
Profil
guru profesional dijelaskan sebagai berikut :
1. Membuat perencanaan konkrit.
Guru
sebelum memulai proses pembelajaran hendaklah mampersiapkan materi dan soal
latihan dengan kunci jawabannya. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, dan
setiap akhir pertemuan selalu mengadakan evaluasi dan kesimpulan terhadap
proses belajar.
2. Apresiasi baik.
Guru
harus mempunyai apresiasi yang baik kepada setiap siswanya dan juga terhadap
dirinya.
3.Suasana kelas hidup dan komunikatif.
Guru
hendaknya tidak hanya mengulas materi saja, tetapi siswa hendaknya dalam
pembalajaran. Guru juga harus mambuat suasana kelas menjadi santai, tetapi
serius.
4. Menguasai materi.
Guru hendaknya sudah mempersiapkan
materi yang akan diajarkan dengan baik. Sehingga nantinya dalam menjelaskan
kepada siswa tidak terlihat kaku, seperti orana menghafal.
5. Penjelasan mudah dipahami.
Setiap siswa manginginkan penjelasan
materi dari guru yang mudah dipahami dan dimengerti. Oleh karena itu, guru
sebelumnya harus benar benar mampalajari dan memahami materi yang disampaikan
kepada siswa.
6. Pemilihan media yang tepat.
Dalam setiap proses pembelajaran
media sangat diperlukan demi kelancaran dan juga sebagai proses kreatif bagi
guru. Media juga berfungsi sebagai sarana untuk mandukung penyampaian materi
yang diajarkan kepada siswa. Oleh karena itu guru harus benar benar jelai dan
tepat dalam memilih media.
7. Penyajian sistem matis.
Guru dalam menyajikan materi kepada
siswa hendaknya tidak terlalu panjang lebar, tetapi makna atau kesimpulan yang
ada tidak bisa tertangkap oleh siswa. Maka guru dalam menyajikan materi harus
membuat kerangka yang sistematis.
8. Kreatif.
Guru hendaknya harus bisa berfikir kreatif dalam bertindak
baik diluar maupun didalam kelas. Bagaimana caranya mengatasi kelas agar
terlihat kondusif dan nyaman untuk belajar.
9. Disiplin.
Guru hendaknya menanamkan rasa disiplin kepada siswa, baik
disiplin waktu dan disiplin dalam berbagai hal. Dan juga harus menanamkan
disiplin kepada dirinya sendiri.
10. Menghargai siswa.
Siswa mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat, jadi guru
harus bisa menghargai setiap siswanya. Guru juga harus menghargai jawaban siswa
apabila pertanyaan atau jawaban tersebut salah, sehingga siswa akan merasa
dihargai dan tidak akan malu dan sungkan dalam menjawab pertanyaan atau tugas
dari guru.[5]
Apabila syarat-syarat profesionalisme
guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi
guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991)
bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang
semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam
menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu
sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change
agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam
Arifin 2000).[6]
D.
Standar Guru MI
Profesional
Dalam
Permendiknas 16/2007, Pasal 1 ayat 1 disebutkan "Setiap guru wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara
nasional."
Kualifikasi
akademik guru dan standar kompetesnsi guru, sebagiamana ketentuan pada bagian
lampiran Permendiknas 15/2007 adalah sebagai berikut.
1. Kualifikasi
Akdemik
Kualifikasi akademik guru diperoleh
melalui pendidikan formal atau melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan.
a. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal
Kualifikasi akademik guru pada satuan
pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia
Dini/ Taman Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah
dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa
(SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan
(SMK/MAK).
Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang
sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat
(D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau
psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
b. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan
Kualifikasi akademik
yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang
khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi
dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan
kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh
perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.
2. Standar
Kompetensi Guru SD/MI
Standar
kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi
tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.[7]
E.
Tantangan Guru
Ada
berbagai problem yang dihadapi seorang guru. Problem pertama guru yang terlihat
jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri
dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan.
Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka
dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun,
depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran
(LKGDP) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat Profesi Guru.[8]
Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau
naik pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan
sendiri Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang
dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar
siswa dapat meningkat.
Problem kedua guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang masih
banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah
(Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak
bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat
membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis.
Kenyataan
di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke
perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan
adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.[9]
Selain
problem, guru juga mempunyai tantangan dalam profesionalnya sebagai guru,
antara lain :
1. Tantangan
Internal
a.
Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
Krisis yang berkepanjangan memberi
kesan keprihatinan yang dalam dan menimbulkan berbagai dampak yang tidak
menguntungkan terhadap kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama
dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat,
menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan orang tua, sering
terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya indikasi tidak
saling menghormati antara sesama teman, yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat
mengancam kesatuan dan persatuan sebagai bangsa.
Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai
moral kepada peserta didik dan tantangan nyata bagi guru adalah bagaimana
seorang guru memilikikepribadian yang kuat dan matang untuk dapat menanamkan
nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta didik terhadap pentingnya
rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah berhasil ditanam
berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia yang berarati
pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi etika dan
nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat
mewujudkan demokrasi dalam arti sebenarnya.
b. Pengembangan nilai-nilai
demokrasi
Demokrasi dalam bidang pendidikan
adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu kesamaan hak setiap warga negara
untuk memperoleh pendidikan yang layak dan juga kewajiban yang sama bagi
masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam pengertian ini, guru
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri
mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta didik
menjadi manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar
menjadi manusia yang selalu mengekor seperti ‘bebek’ yang hanya menerima
petunjuk dari atasan dalam mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu
dilakukan berbagai penyesuaian dalam sistem pendidikan nasional.
Sejalan dengan itu, pemberlakuan
otonomi daerah memberikan peluang melakukan berbagai perubahan dalam penataan
sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan lebih besar
kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan proses pendidikan yang bermutu
sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu
pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat dan
manajemen berbasis sekolah merupakan perwujudan nyata dari demokrasi dan
desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih memberdayakan sekolah dan
masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai prestasi sesuai kemampuannya.
Guru memiliki peran strategis dalam rangka mewujudkan prestasi bagi peserta
didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam wacana desentralisasi pendidikan
adalah bagaimana melakukan inovasi pembelajaran sehingga dapat membimbing dan
menuntun peserta didik mencapai prestasi yang diharapkan.
c. Fenomena rendahnya mutu
pendidikan
Berbagai hasil studi dan pengamatan
terhadap mutu pendidikan pada berbagai negara menunjukkan bahwa secara makro
mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan bahkan secara nilai rata-rata di
bawah peringkat negara Asean lainnya. Walaupun demikian, secara individual ada
beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan prestasinya di lomba-lomba
bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk mewujudkan
masyarakat yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang bermutu dan kunci
utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah mutu guru. Proses pendidikan
dalma masyarakat abad 21 adalah suatu interaksi antara guru dengna peserta
didik sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat
yang demokratis dan terbuka.
Masyarakat yang demikian menuntut
adanya pelayanan yang profesional dari para pelakunya dan guru adalah seorang
profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan kata lain, guru dituntut untuk
berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh karena tuntutan dan
sifat pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam masyarakat
abad 21, hanya akan menerima seoran gyang profesional dalam bidang
pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 aldaha bagaimana menjadi
seorang guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar
kemampuan individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi
nilai-nilai hukum yang berlaku dan disepakati bersama.
2. Tantangan
Eksternal
Kecenderungan
kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan global,
yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan situasi kehidupan demikian, akan
melahirkan tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi
masyarakatnya, termasuk para guru yang profesional.
Kehidupan
global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampuang dengan ciri
perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan,
memerlukan manusia yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam
melakukan persaingan, diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif.
Kemampuan individu untuk bersaing seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu
sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki guru yang profesional dalam
bidangnya.
Untuk
itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah
bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu
pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif,
dan kompetitif. Dengan demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak
hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga
memiliki karakter dan kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia.[10]
[1] Lihat : http://dasirapi.blogspot.com/2012/12/skripsi-profesionalisme-guru-menurut-al.html (24 Juni 2013 )
[2]Lihat : http://fhitriwidya.blogspot.com/2013/03/guru-mi-abad-21-berjuang-dalam.html (24 Juni 2013 )
1 komentar:
like it....
Posting Komentar